EKSISTENSI KEWENANGAN KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA DALAM UUD RI TAHUN 1945 (Studi Perbandingan Komisi Yudisial Indonesia dan Peru)

Nunik Nurhayati(1*),

(1) 
(*) Corresponding Author
DOI: https://doi.org/10.23917/laj.v1i1.2701

Abstract

Etika kehidupan berbangsa adalah etika penyelenggaraan negara yang berkaitan dengan perilaku integritashakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pada amandemen ketiga UUD 1945, pembahasan mengenai pengawasan terhadap hakim menjadi isu yang mendesak, sehingga akhirnya disepakati adanya perubahan dan penambahan pasal yang berkaitan dengan Komisi Yudisial pada pasal 24 B UUD 1945 yang kemudian pada tahun 2004 lahirlah  UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial junto UU No. 18 Tahun 2011. Dalam pasal 24 B ayat (1) UUD Tahun 1945, Komisi Yudisial bersifat mandiri. Namun pada kenyataannya, pengertian mandiri disini tidak sepenuhnya mandiri karena berdasarkan UU Komisi Yudisial, kewenangan KY hanya sebatas memberikan rekomendasi terkait penegakan etika hakim kepada Mahkamah Agung (MA) untuk ditindaklanjuti. Konsekuensinya, pada tahun 2015 kemarin, dari 116 rekomendasi yang diberikan KY ke MA hanya 45 rekomendasi yang ditindaklanjuti oleh MA.Berbeda dengan  Negara Peru, KY dibentuk pada tahun 1993 seiring dengan amandemen terhadap konstitusinya karena dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpercayaan public terhadap peradilan, terutama independensi hakim. Lembaga ini diatur dalam satu bab khusus dalam konstitusi Peru, yaitu Bab IX tentang Del Consejo National De La Magistratur. Secara substansi , Bab IX mengatur tentang fungsi lembaga dalam struktur ketatanegaraan Perudan keanggotaan lembaga. Pengaturan mengenai KY Peru dalam Konstitusi dilakukan secara definitive, sehingga mengakibatkan kedudukannya yang sangat kuat dalam system ketatanegaraan Peru dan dibentuk sebagai lembaga yang independen, lepas dari segala pengaruh bahkan intervensi dari kekuasaan lain, termasuk kekuasaan kehakiman sekalipun.Maka, yang bisa dilakukan Indonesia adalah penguatan lembaga KY dalam melaksanakan wewenangnya dengan diatur dalam peraturan perundang-undanganagar keputusan Komisi Yudisial dalam penegakan etika hakim bersifat final dan mengikat tidak hanya berupa rekomendasi yang masihharus ditindaklanjuti oleh Mahkamah Agung

References

Bagir Manan. 2001. Kekuasaan Kehakiman Repubiik Indonesia. Jakarta

http://www.lensaindonesia.com/2012/09/24/dalami-kasus-suap-hakim-tipikor-semarang-kpk-periksa-tiga-saksi.html

http://nasional.kompas.com/read/2011/02/11/14025147/Hakim.Konstitusi.Arsyad.Mundur

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150713140324-12-66077/ada-15-rekomendasi-komisi-yudisial-yang-belum-direspons-ma/

http://jateng.tribunnews.com/2016/04/14/sepanjang-2015-komisi-yudisial-rekomendasikan-116-hakim-dapat-sanksi

Jimly Asshiddiqie. Komisi Yudisial Baru Dan Penataan Sistem Infra-Struktur Etika Berbangsa Dan Bernegara. http://www.jimly.com/

Johnny Ibrahim, 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publishing

Komisi Yudisial Republik Indonesia. 2014. Studi Perbandingan Komisi Yudisial di Beberapa Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia

Soerjono Soekanto dalam Bambang Sunggono, 2007. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit PT Raja Grafindo Persada

Umi Illiyina, Pasang Surut Komisi Yudisial:Kreasi, Resistensi dan Restorasi, Jurnal Konstitusi, Volume 8, Nomor 3, Juni 2011 ISSN 1829-7706

Article Metrics

Abstract view(s): 803 time(s)
PDF (Bahasa Indonesia): 1875 time(s)

Refbacks

  • There are currently no refbacks.