PELAKSANAAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF YURIDIS (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA)

Wedya Laplata(1*),

(1) Fakultas Hukum. Universitas Muhammadiyah Surakarta
(*) Corresponding Author
DOI: https://doi.org/10.23917/jurisprudence.v4i2.4206

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk : 1) Mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan perkawinan beda agama. 2) Mengetahui pelaksanaan perkawinan beda agama dan akibat hukum dari perkawinan beda agama. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif/doktrinal. Spesifikasi penelitian dalam penulisan hukum ini adalah bersifat deskriptif analitis. Jenis datanya berupa data primer dan sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode analisis data yang dipergunakan adalah analisis data deduktif. Metode deduktif adalah suatu metode penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju penulisan yang bersifat khusus. Hasil penelitian diperoleh kesimpulan: 1) Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan perkawinan beda agama adalah didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: a) Permohon dan termohon dalam putusan No. 237 /Pdt.P/2012/PN.Ska adalah seseorang yang tidak termasuk orang yang dilarang untuk melangsungkan perkawinan sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. b) Para Pemohon telah mengakui bahwa Pemohon I telah berbadan dua hasil hubungannya dengan Pemohon II, maka agar anak yang akan dilahirkan dapat lahir dalam suatu perkawinan. c) Pemohon I dan Pemohon II sebagai Warga Negara Indonesia dan Warga Dunia adalah berhak untuk mempertahankan keyakinan agamanya dan berhak membentuk rumah tangga walaupun berbeda agama, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 tentang hak untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan Piagam PBB tahun 1948 tentang kebebasan memeluk Keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan perkawinan beda agama menurut penulis tidak tepat, karena : a) Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang    No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. b) Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975 dinyatakan bahwa, perkawinan baru sah jika dilakukan dihadapan pegawai pencatatan dan dihadiri dua orang saksi. Dan tata cara perkawinan dilakukan menurut hukum masing-masing Agamanya dan kepercayaannya. c) Dalam Kompilasi Hukum Islam mengkategorikan perkawinan antar pemeluk agama dalam bab larangan perkawinan. Pada pasal 40 point c dinyatakan bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak beragama islam. Kemudian dalam Pasal 44 dinyatakan bahwa seorang seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam. 2) Pelaksanaan perkawinan beda agama dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Surakarta, untuk memperoleh penetapan mengenai ijin pelaksanaan pernikahan beda agama. Selanjutnya para pemohon melangsungkan perkawinannya di Kantor Catatan Sipil, dari pelaksanaan perkawinan beda agama tersebut selanjutnya mencatatkan perkawinan tersebut di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Surakarta. Sedangkan akibat hukum perkawinan beda agama dinyatakan sah apabila sudah dilakukan pencatatan di Kantor Catatan Sipil, dengan sahnya perkawinan beda agama tersebut menimbulkan akibat hukum baik terhadap suami istri, harta kekayaan maupun anak yang dilahirkan dalam perkawinan, yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Keywords

Perkawinan, Beda Agama, Yuridis

Full Text:

PDF

References

Hasan Alwi, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Hilman Hadikusuma, 1990, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang-Undangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Mandar Maju, Bandung.

Hock Oen Lie, 1961, Catatan Sipil Di Indonesia, Kengpo, Jakarta.

Idris Ramulya, 1996, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta, Bumi Aksara.

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1995 tentang Kompilasi Hukum Islam

Kartini Kartono, 1992, Patologi Sosial, Jakarta : Raja Grafindo.

Muhammad Nabil Kazhim, 2007, Panduan Pernikahan Yang Ideal, Bandung: Tarsito.

Nico Ngani dan I Nyoman Budi Jaya, 1984, Cara Untuk Memperoleh Akta-Akta Catatan Sipil, Liberty, Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

R. Abdul Djamali, 1992, Hukum Islam (Asas-Asas, Hukum Islam I, Hukum Islam II), Berdasarkan Ketentuan Kurikulum Konsorsium Ilmu Hukum, Penerbit CV Mandar Maju, Bandung.

Soejono Soekanto, 1981, Meninjau Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar Untuk Mempelajari Hukum Adat, CV.Rajawali, Jakarta.

Soerjono Wignjodpoer, 1992, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, PT. Gunung Agung, Jakarta.

Soebekti, 1979, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta.

Sukarno, 1985, Perkembangan Catatan Sipil Di Indonesia, CV. Coriena, Jakarta

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1989, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grapindo.

Soerjono Soekanto, 1986, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Nur Cahaya, Yogyakarta.

Wantjik K Shaleh, 1982, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Vollmar, 1983, Pengantar Studi Hukum Perdata, Rajawali, Jakarta

Article Metrics

Abstract view(s): 3372 time(s)
PDF: 1439 time(s)

Refbacks

  • There are currently no refbacks.