Perkembangan Arsitektur Bale Banjar Ditinjau dari Fungsi dan Pelestarian Budaya Bali

I Made Juniastra(1*)

(1) Program Study Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Mahendradatta
(*) Corresponding Author

Abstract

Banjar adat di Bali umumnya menerapkan konsep Tri Hita Karana dalam menata bangunan wantilan bale banjar, yaitu Parhyangan yang mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, Palemahan yang mencerminkan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar, dan Pawongan yang mencerminkan hubungan manusia satu dengan manusia lainnya. Namun seiring perkembangan jaman dan teknologi kini wantilan bale banjar yang dari sejarahnya tidak bertingkat kini di renovasi menjadi bangunan wantilan bertingkat. Timbul pertanyaan apakah yang sebenarnya melatarbelakangi desain bertingkat tersebut dan bagaimana wujud transformasinya agar tetap mencerminkan budaya Bali. Penelitian dilakukan dengan mengidentifikasi desain awal wantilan dan menentukan beberapa wantilan bale banjar yang berarsitektur Bali yang dianggap layak untuk mewakili wantilan-wantilan bale banjar yang ada di Bali. Konsep bangunan bertingkat diterapkan karena ada beberapa pertimbangan yaitu untuk memperluas space bale banjar seiring pertambahan jumlah krame banjar, perkembangan jaman yaitu dengan memiliki bangunan bertingkat menimbulkan suatu kebanggaan akan kemajuan banjar, dan pertimbangan ekonomi untuk fungsi komersial. Semasih desain balai banjar tetap berpedoman pada arsitektur tradisional Bali yaitu menerapkan konsep nawa sanga dan tri angga dalam penataan zoning dan tampilan fisik bangunan, maka wantilan bale banjar tersebut bisa diklasifkasikan sebagai bagian dari perkembangan budaya Bali.

Keywords

wantilan bale banjar; budaya Bali; transformasi arsitektur

Full Text:

PDF

References

Bambang Setia Budi. Puri and wantilan or hanenklopbaan with three-tiered roofs in Gianjar village, Bali, 1925, KITLV Leiden. Researchgate.net, diakses tanggal 04 November 2020.

Departemen pendidikan dan Kebudayaan. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia cetakan ketujuh. hal Balai Pustaka. Jakarta.

Gede Ngoerah, I Gusti Ngoerah. (1981). Laporan Penelitian Inventarisasi Pola-pola Dasar: Arsitektur Tradisional Bali. Denpasar.

Juniastra I Made. (2016). Implementasi Nilai-Nilai Arsitektur Tradisional Bali Pada Bangunan Di Lahan Sempit. Prosiding Seminar Nasional Universitas Udayana. Denpasar.

Ni Putu Adnya Sawitri, Widyasari Her Nugrahandika. Tipologi Perkembangan Pemanfaatan Lahan Bale Banjar Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhinya Studi Kasus Kota Denpasar, Provinsi Bali. Seminar Nasional Space #3. ISBN. 978-602-73308-1-8 .

Oka Saraswati A.A. Ayu. (2006). Bale Kulkul Sebagai Penanda Pendukung Karakter Kota Budara. Jurnal Dimensi Volume 34 Nomor 1.

Putri Noviasi Ni Kadek, dkk. (2015). Fungsi Banjar Adat Dalam Kehidupan Masyarakat Etnis Bali Di Desa Werdhi Agung, Kecamatan Dumoga Tengah, Kabupaten Bolaang Mongondow Provinsi Sulawesi Utara. Jurnal Acta Diurna Volume 4 Nomor 3.

Pitana I Gde. (1994). Dinamika Masyrakat dan Kebudayaan Bali. Offset BP. Denpasar.

Shirvani, Hamid. (1985). The Urban Design Process. Van Nostrand Reinhold Company Inc. United Stated.

Venturi, Robert. (1979) Complexity and Contradiction in Architecture. The Architecture Press Ltd., London. https://en.wikipedia.org/wiki/Wantilan, di akses tanggal 04 November 2020.

Article Metrics

Abstract view(s): 851 time(s)
PDF: 360 time(s)

Refbacks

  • There are currently no refbacks.