PELACUR DAN RESOSIALISASI ANTARA PATOLOGI DAN REHABILITASI SOSIAL

Koentjoro Koentjoro(1*),

(1) 
(*) Corresponding Author
DOI: https://doi.org/10.23917/indigenous.v0i0.4600

Abstract

Jumlah pelacur di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini menjadi masalah yang serius mengingat fakta adanya kaitan erat antara pelacur dengan penggunaan NAZA dan penularan AIDS/HIV. Berbagai pihak, baik melalui swadaya masyarakat maupun yang diusahakan pemerintah, berusaha menanggulangi masalah pelacuran ini. Secara formal pemerintah mempunyai dua macam cara penanganan, yakni sistem resosialisasi yang dikelola oleh Dinas Sosial di bawah Departemen Dalam Negeri, dan sistem panti yang dikelola oleh Departemen Sosial. Hal ini justru menunjukkan ketidakpaduan pemerintah dalam menanggulangi masalah pelacuran di Indonesia. Melalui artikel ini akan dievaluasi keberadaaan resosialisasi dalam menanggulangi masalah pelacuran di Indonesia. 

References

Baron, R.A., dan Byrne, D. 1997. Social Psychology, Boston: Allyn and Bacon.

Bullough, B., and Bullough, V.I., 1996. Female Prostitution: Current Reseacrh and Changing Interpretations; dalam Annual Review of Sex Research: An Integrative and Interdiciplinary Review Volume VII, 158-180.

Colemen, J. W and Cressey. D.R. 1987. Social Problems. New York: Harper & Row, Publishers.

Departemen sosial republik Indonesia. 1984. Surat keputusan menteri sosial RI, no. 07/HUK/KEP/11/1984 tentang Sistem Kesejahteraan Sosial Bab Pola Operasional Rehabilitasi Tuna Susila.

Departemen of social Affairs, republic of indonesia. 1996. Minister of social affairs republic of indonesia decision No. 23/HUK/1996 concerning: basic design for social welfare development

De sousa, D., 1994. ACSJC occasional paper no. 20: sex tourism in asia. North blackburn, victoria: collinsDove.

Farid., M. 1998. Situational analysis on the sexual abuse, sexual exploitation ands commercial sexual exploitation of children in indonesia (draft). Jakarta: unicef-indonesia

Griffin, K., and T. McKinley. 1994. Implementing a human development strategy. New york: St. Martin’s Press.

Ingleson, J., 1986. Prostitution in colonial java dalam chandler., D.P and Ricklefs., M.C. 1986., 19th and 20th century Indonesia: essays in honour of professor J.D Legge., 123-140., southeast asian studies, monash university, clyaton, victoria.

Jones, g.W., Sulistyaningsih, E and Hull, T.H.1995. prostitution in indonesia: working papers in demography. Canberra: the australian national university.

Koentjoro, 1988, perbedaan tingkat aspirasi remaja dan nilai anak bagi orangtua dan dengan nilai anak bagi orangtua orangtua pada beberapa daerah miskin penghasil pelacur dan bukan penghasil pelacur di Jawa Tengah dan daerah istimewa yogyakarta. Laporan penelitian. Yogyakarta: fakultas psikologi universitas gadjah mada.

Koentjoro, 1995. Sexual networking. Seminar paper held by pusat penelitian kependudukan, universitas gadjah mada, yogyakarta, 20 april 1995.

Koentjoro, 1997. Understanding prostitution from rural communities of Indonesia, thesis disertation. Bundoora, melbourne: la trobe university.

Koentjoro, 1998. Pelacuran masalah kita semua: bagaimana mengatasinya? Makalah disampaikan pada pertemuan sadpraja kepala dinas sosial se jawa, bali dan lampung. Di batu, tanggal 24 november 1998.

Koentjoro dan sugihastuti. 1999. Pelacur wanita tuna susila, pekerja seks dan apalagi? Humaniora, mei-juli 1999.

Murray, a.J. 1991. No money, no honey: a study of street traders and prostitutes in jakarta. Singapore: oxford university press.

Orford, J., 1992 community psychology. Chicester: jogn wiley & sons.

Renwick, R., brown. I., and Nagler, M., 1996. Quality of life in health promotion and rehabilitations. Thousand oaks: sage publication.

Article Metrics

Abstract view(s): 1294 time(s)
PDF (Bahasa Indonesia): 1190 time(s)

Refbacks

  • There are currently no refbacks.